Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia sekarang ini sedang mengalami krisis moral keadilan dan kemanusiaan. Histori peradaban manusia sepanjang masa selalu saja terulang. Dan awal dari semuanya adalah kebencian dan iri hati antar sesama manusia.
Kebencian dan iri hati kemudian berkembang menjadi permusuhan-peperangan-pembunuhan-penyiksaan-penghancuran. Begitulah seterusnya yang berulang. Dan korban dari setiap kebencian umat adalah umat lain yang tidak bersalah terutama anak-anak dan para perempuan.
Kebencian dan iri hati kemudian berkembang menjadi permusuhan-peperangan-pembunuhan-penyiksaan-penghancuran. Begitulah seterusnya yang berulang. Dan korban dari setiap kebencian umat adalah umat lain yang tidak bersalah terutama anak-anak dan para perempuan.
Pantaskah?
Dalam sebuah harian dunia, diberitakan seorang anak dipaksa masuk ke Camp Konsentrasi Nazi pada Perang Dunia II. Ia menceritakan kisah penderitaannya bersama ribuan anak lainnya saat disiksa di Camp Konsentrasi Auschwitz. Mereka juga menjadi saksi dari sebuah tragedi betapa manusia bisa begitu kejam dalam memperlakukan sesama manusia lainnya.
Pada 9 Oktober 2012, sebuah bus yang membawa sejumlah murid perempuan pulang dari sekolah mereka, salah satunya adalah Malala. Tapi tiba-tiba mereka dihadang oleh dua laki-laki muda bersenjata yang menembak Malala dua kali. Tembakan pertama di dekat mata kirinya dan yang kedua mengenai lehernya. Malala roboh bermandikan darahnya sendiri.
Dalam sebuah harian dunia, diberitakan seorang anak dipaksa masuk ke Camp Konsentrasi Nazi pada Perang Dunia II. Ia menceritakan kisah penderitaannya bersama ribuan anak lainnya saat disiksa di Camp Konsentrasi Auschwitz. Mereka juga menjadi saksi dari sebuah tragedi betapa manusia bisa begitu kejam dalam memperlakukan sesama manusia lainnya.
Pada 9 Oktober 2012, sebuah bus yang membawa sejumlah murid perempuan pulang dari sekolah mereka, salah satunya adalah Malala. Tapi tiba-tiba mereka dihadang oleh dua laki-laki muda bersenjata yang menembak Malala dua kali. Tembakan pertama di dekat mata kirinya dan yang kedua mengenai lehernya. Malala roboh bermandikan darahnya sendiri.
Tragedi lain tidak kalah menyayat hati saat melihat ratusan ribu pengungsi Suriah meninggalkan negaranya melewati laut menuju Eropa, seorang ayah menggendong bayinya hingga tewas di tengah guyuran hujan. Dan juga terdapat seorang bayi yang terdampar di tepi pantai karena kapal yang ditumpangi orangtuanya dihantam oleh ombak.
Tragedi kemanusiaan pengungsi Suriah ini juga terjadi karena peperangan di dalam negeri sendiri. Jutaan anak yang tak bersalah tewas dan cacat akibat peperangan yang lahir dari kebencian para orang dewasa.
Pekan lalu, empat orang anak balita harus menerima kobaran kebencian dalam bentuk api. Kobaran api melahap tubuh-tubuh tak berdosa mereka. Mereka anak yang tak bersalah itu harus menderita terbakar wajah dan tubuhnya karena seorang pria gondrong berkaos oblong melemparkan bom api ke tengah-tengah anak balita ini.
Tragis akhir hidup Intan yang masih berumur 2,5 tahun saat api melahap habis tubuhnya. Ia bukan terbakar di medan perang, tapi Ia terbakar di rumah Tuhan. Tiga teman balita Intan juga saat ini berada dalam kondisi sekarat.
Mata ganti mata membuat dunia buta. Tragedi kemanusiaan yang merenggut anak-anak ini tidak akan berakhir karena kebencian tetap ada. Hanya orang yang bisa menangis dan punya air mata yang bisa menjawabnya dan semakin jarang orang menangis meski tragedi itu menimpa anak-anak. Malah yang kita dengar adalah banyaknya orang yang mengatakan bahwa tragedi ini hanyalah pengalihan isu.
Prasangka jahat pengalihan isu inilah yang sesungguhnya menjadi tragedi di atas tragedi. Tragedi yang terbesar sesungguhnya terjadi ketika rasa empati kemanusiaan lenyap saat melihat kobaran api menjilat tubuh bayi yang tidak berdosa. Tragedi di atas tragedi itu adalah ketika manusia telah mati rasa kemanusiaannya sekalipun didepannya Ia melihat anak kecil berteriak kesakitan karena perih terbakar.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !